Kalender Jawa | Cek Weton | Hari Baik untuk Menikah | Weton Jodoh | Arti Mimpi

Google Adsense akan muncul di sini

Arti dan Makna “Suro” dalam Budaya Jawa dan Pantangannya

Kalau kamu lahir atau tumbuh di keluarga Jawa, mungkin sudah tidak asing dengan istilah “bulan Suro” atau “malam 1 Suro”.

Meski terkesan kuno, nyatanya bulan Suro masih dianggap spesial oleh banyak orang Jawa. Ia bukan sekadar penanda awal tahun dalam kalender Jawa, tapi juga momen spiritual, budaya, dan perenungan diri yang penuh makna.

Di artikel ini, kita akan membahas:

Asal-Usul dan Makna Bulan Suro

Dalam kalender Jawa ciptaan Sultan Agung, bulan Suro adalah bulan pertama, yang bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriah.

Kata Suro sendiri berasal dari pelafalan Jawa terhadap kata Arab ‘Asyura’, yang berarti “sepuluh” — mengacu pada hari kesepuluh bulan Muharram yang punya makna penting dalam sejarah Islam.

Karena itu, bulan Suro dalam budaya Jawa bukan hanya soal pergantian tahun, tapi juga waktu penyucian diri, doa, dan refleksi spiritual.

Beberapa makna utama bulan Suro:

Bisa dibilang, bulan Suro adalah perpaduan antara kepercayaan Islam Jawa, filosofi keraton, dan spiritualitas rakyat — menjadikannya salah satu tradisi paling khas di Nusantara.

Mengapa Bulan Suro Dianggap Sakral dan Mistis?

Banyak orang percaya bahwa bulan Suro memiliki “aura” yang berbeda. Entah karena sejarahnya, energi spiritualnya, atau ritual-ritual yang menyertainya, Suro memang terasa lebih sunyi, dalam, dan sarat makna.

Berikut beberapa alasan mengapa bulan ini dianggap sakral dan mistis: 1. Warisan Keraton dan Pembaruan Kalender

Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja Mataram Islam abad ke-17, menyatukan kalender Saka (Hindu-Buddha) dengan kalender Hijriah untuk menciptakan kalender Jawa. Penetapan bulan Suro sebagai bulan pertama menjadi simbol peralihan budaya besar — dari era lama menuju peradaban baru yang lebih spiritual.

Sejak saat itu, upacara seperti Kirab Pusaka dan Jamasan Keris dilakukan setiap 1 Suro di keraton Yogyakarta dan Surakarta. Tradisi itu lalu diikuti masyarakat sebagai bentuk rasa syukur dan pembersihan diri.

2. Waktu untuk Merenung dan Menata Hati

Bulan Suro dianggap waktu yang tepat untuk berhenti sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Banyak orang menggunakan bulan ini untuk ngrowot (puasa makan sayur), tirakat, atau sekadar menenangkan pikiran. Esensinya: ngresiki diri, membersihkan hati dan pikiran agar siap menghadapi tahun baru Jawa dengan jiwa yang lebih bersih.

3. Kepercayaan Dunia Gaib dan Keseimbangan Alam

Dalam keyakinan masyarakat Jawa, malam 1 Suro diyakini sebagai saat di mana “gerbang gaib” terbuka.

Konon, energi halus — baik dari leluhur maupun makhluk tak kasatmata — lebih mudah berinteraksi dengan dunia manusia.

Itulah sebabnya, banyak yang memilih untuk tidak keluar malam atau tidak bepergian jauh, karena dianggap waktu yang rawan secara spiritual.

Apakah ini mitos? Bisa jadi. Tapi bagi orang Jawa, semua ini bukan soal menakuti, melainkan menghormati keseimbangan antara alam nyata dan alam batin.

Pantangan-Pantangan Selama Bulan Suro

Setiap budaya punya caranya sendiri untuk menjaga harmoni. Dalam tradisi Jawa, ada beberapa pantangan bulan Suro yang dipercaya bisa menjaga keselamatan dan keseimbangan batin.
Berikut beberapa di antaranya:

1. Tidak Menggelar Pesta atau Hajatan Besar

Bulan Suro dianggap bukan waktu yang baik untuk menikah, mengadakan pesta, atau syukuran besar.
Alasannya sederhana: ini waktu untuk hening, bukan hura-hura. Sebagian orang percaya, mengadakan pesta di bulan ini bisa “mengganggu” ketenangan energi bulan Suro.

2. Tidak Pindah atau Membangun Rumah

Bulan Suro sering dianggap bulan sepi. Pindah rumah atau membangun proyek besar di waktu ini diyakini membawa hambatan atau energi yang belum stabil.

3. Tidak Bepergian Jauh Tanpa Alasan Penting

Banyak orang tua Jawa dulu menasihati anaknya agar tidak pergi jauh di bulan Suro. Ini bukan karena takhayul, tapi karena bulan ini dianggap waktu ngendhaleni diri — menahan keinginan dan menata langkah.

4. Tidak Bermewah-Mewahan

Suro adalah waktu untuk hidup sederhana. Masyarakat dianjurkan untuk tidak pamer harta atau bersikap sombong. Kesederhanaan adalah bentuk penghormatan terhadap energi sunyi bulan Suro.

5. Tidak Bermain dengan Dunia Gaib

Karena bulan ini diyakini sensitif secara spiritual, praktik seperti uji nyali, ritual pemanggilan arwah, atau bermain spirit doll sebaiknya dihindari. Orang Jawa percaya bahwa kesalahan kecil di dunia spiritual bisa berakibat besar jika dilakukan di bulan Suro.

6. Menjaga Ucapan dan Emosi

Suro juga dikenal sebagai bulan “ngendhaleni hawa nafsu”.
Menjaga ucapan, menghindari gosip, dan tidak mencari keributan dianggap sebagai bentuk tirakat yang paling mudah tapi bermakna besar

Menyikapi Bulan Suro di Zaman Modern

Sebagian generasi muda mungkin menganggap pantangan bulan Suro terlalu kuno. Padahal, jika kita gali maknanya, ajaran moral dan spiritual di baliknya tetap relevan — bahkan di era digital sekarang.

Bulan Suro bisa dijadikan:

Tips Praktis untuk Generasi Modern: 1. Gunakan malam 1 Suro sebagai “digital detox” — matikan media sosial, renungi perjalanan hidupmu. 2. Isi bulan Suro dengan aktivitas positif seperti berbagi makanan, bersih-bersih rumah, atau berziarah ke makam leluhur. 3. Jika kamu tetap harus menikah atau pindah rumah di bulan ini, lakukan dengan niat baik dan doa — bukan karena takut pantangan, tapi karena menghormati nilai budaya. 4. Jadikan pantangan bukan sebagai larangan menakutkan, tapi sebagai pengingat agar hidup lebih seimbang dan rendah hati.

Kesimpulan

Bulan Suro adalah simbol awal yang baru, penuh makna spiritual dan filosofi kehidupan. Ia mengajarkan kita tentang kesederhanaan, introspeksi, dan keseimbangan antara dunia lahir dan batin.

Tradisi dan pantangan yang menyertainya bukan sekadar mitos, melainkan cara orang Jawa menjaga harmoni dengan alam dan Sang Pencipta.

Kamu tidak harus mempercayai semuanya secara literal — tapi dengan menghormati nilai di baliknya, kamu ikut melestarikan kebijaksanaan leluhur.

Jadi, ketika bulan Suro datang, jangan takut.
Gunakan momen ini untuk merenung, memperbarui niat, dan menata hati agar hidupmu lebih selaras.

Karena seperti pepatah Jawa bilang:

“Sing resik ati, bakal resik uripe.”
(Hati yang bersih akan membawa hidup yang bersih pula.)

Google Adsense akan muncul di sini

📅 Weton Hari Ini

Tanggal hari ini: 30 December 2025

Hari: Selasa (Neptu: 3)

Pasaran: Legi (Neptu: 5)

Weton lengkap: Selasa Legi

Total Neptu: 8


Penjelasan singkat jika lahir pada weton tersebut

Watak:

Tipe 'Kamarokam' (pembawa kabar gembira). Rajin, tekun, dan kuat kemauan. Wataknya perfeksionis dan memiliki cita-cita besar. Kekurangan: suka mencampuri urusan orang lain.

Rejeki:

Rejeki datang dari kerja keras, cocok di bidang teknis atau yang membutuhkan ketelitian tinggi.

*Data mengenai watak dan rejeki ini telah kami olah dan padukan dari referensi utama primbon Jawa, yaitu Serat Pawukon dan Serat Primbon Betaljemur Adammakna.

Google Adsense akan muncul di sini
Weton Jawa: Arti, Cara Hitung, dan Fungsinya dalam Primbon Jawa
Weton Jodoh: Cari Tahu Kecocokanmu dan Pasangan Menurut Primbon Jawa
Pantang! Jangan Pakai Batik Parang untuk Pernikahan Adat Jawa, Kenapa?
Susah Jodoh? Ini Tirakat yang Dilakukan Orang Jawa Kuno
Prosesi Selametan Ibu Hamil dan Tata Caranya dalam Budaya Jawa
Benarkah dan Perlukah Ganti Nama Supaya Bisa Buang Sial?
Hati-hati! Ini Arti Weton Jodoh yang Rawan Konflik/ Perselingkuhan (Menurut Primbon Jawa)
Arti dan Makna “Suro” dalam Budaya Jawa dan Pantangannya
Kejawen dan Paguyuban Penghayat Kepercayaan: Spiritualitas Jawa yang Tetap Hidup
Pengalaman Spiritual Kejawen: Perjalanan Laku Kebatinan sebagai Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME
Google Adsense akan muncul di sini

About | Privacy Policy | Terms & Conditions | Disclaimer | Contact